KAMPAR(AuraNews) – Saat acara Lokakarya adat di Aula Bappeda Kampar, Jum’at (24/8/2018) kemarin, Ketua Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) pusat, Kasmita Widodo memyampaikan, bahwa perlu adanya dorongan percepatan pengakuan wilayah adat di Kabupaten Kampar.
Dikatakannya, sudah sejak tahun 2010 badan registrasi wilayah adat (BRWA) dibentuk untuk mengembangkan sistem registrasi dan verifikasi peta-peta partisipatif wilayah adat.
Hingga saat ini sudah 9,3 juta hektare peta wilayah adat yang terdaftar di BRWA. Secara berkala, BRWA bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) telah menyampaikan peta-peta tersebut kepada pemerintah, termasuk Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sejak tahun 2012, secara periodik setiap tahun peta-peta wilayah adat yang terdaftar di BRWA disampaikan kepada pemerintah melalui kementerian dan lembaga, diantaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria Tata Ruang/BPN, Badan Informasi Geospasial, Badan Restorasi Gambut serta beberapa pemerintah daerah. Dalam Rakornas Hutan adat beberapa waktu lalu dan menjadi rujukan KLHK untuk melihat potensi dan tumpang tindih calon usulan hutan adat, jelasnya.
“Peta wilayah adat yang disampaikan BRWA kepada Kementerian LHK digunakan sebagai bahan analisis potensi hutan adat yang dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional Hutan adat bulan Januari 2018,” sebutnya.
Dari pertemuan Rakornas Hutan adat ini memandatkan adanya pembahasan dan tindak lanjut di tingkat kabupaten/kota dan provinsi dalam mempercepat pembentuk kebijakan daerah pengakuan wilayah adat serta penyiapan data usulan-usulan hutan adat. Sejalan dengan ini, hasil Rapat Kerja BRWA beberapa waktu lalu juga memandatkan untuk melakukan percepatan proses-proses Registrasi Wilayah Adat.
“Untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam pengakuan dan penetapan wilayah adat dan hutan adat ini, maka perlu diadakan kerja yang sinergi antar para pihak diantaranga Pemerintah Daerah, CSO dan Masyarakat Adat,” urai Kasmita
Kabupaten Kampar terkenal memiliki adat istiadat yang tinggi nilai, norma serta hukum adat sebagaimana yang terungkap didalam ‘Undang-undang di Kampar kiri – Undang Jati di Kampar kanan dan Talago Undang di Muara Takus’.
Negeri yang penuh dengan Peradaban masa lalu ini mewarisi budaya yang oleh para ahli menggolongkan kedalam Budaya Melayu Tua, ucapnya
Meskipun aturan-aturan adat ini sudah ada jauh sebelum keberadaan Negara diproklamasikan dan menjelang ajaran agama Islam datang, namun disaat perkembangan ajaran agama Islam, nilai-nilai adat istiadat diselaraskan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Ungkapan adat ‘Adat bersendi Sarak – Sarak bersendi Kitabullah, Sarak mandaki – Adat menurun’.
“Masyarakat adat di kampar saat ini sudah semestinya memiliki kejelasan identitas dengan adanya Perda No.12 Tahun 1999 tentang Hak Tanah Ulayat,” ucapnya
Permasalahannya, perda ini belum di implementasikan secara maksimal sehinggan saat ini masih tetap berlangsung konflik-konflik ruang di wilayah masyarakat adat tanpa penyelesaian yang jelas.
Disisi hukum perda ini tergolong banci dan lemah karena tidak ada petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis dan lebih-lebih tidak adanya payung hukum nasional yaitu berupa Undang Undang Pengakuan dan perlindungan Hak Masyrakat Adat.
Maka dari itu kata Kasmita, BRWA perlu dihadirkan dan dilakukan perluasan di kampar untuk mengidentifikasi sebaran komunitas-komunitas adat yang ada di kabupaten kampar. Sebagian besar wilayah adat di Kampar masih belum terdaftar di BRWA.
Berdasarkan data LAK (Lembaga Adat Kampar) 2017, teridentifikasi 47 komunitas adat yang disebut dengan ‘Kenegerian’ tersebar di wilayah Kabupaten Kampar. LAK sendiri belum bisa identifikasi dimana sebaran komunitas adat tersebut.
Pada tahun 2016 AMAN Kampar bersama BRWA sudah melakukan pengembangan sistem registrasi dan verifikasi wilayah adat di 7 (tujuh) kenegerian di Kampar Kiri.
Dari 7 (tujuh) wilayah adat yang diregistrasi dan verifikasi tersebut, ada 1 (satu) kenegerian yang sudah dikeluarkan sertifikat oleh BRWA pada maret 2017 yaitu Kenegerian Gajah Bertalut di Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
Berdasarkan data LAK Kampar, berarti di kampar masih ada sekitar 40 wilayah adat yang belum teregistrasi ke BRWA. Kabupaten Kampar juga diperkuat dengan terbitnya SK oleh Bupati Kampar pada tanggal 30 april 2018 yaitu SK No. 660/DLH-IV.2/32 Tentang Pembentukan Tim Registrasi Penetapan Masyarakat Hukum Adat, Wilayah Adat dan Hutan Adat di Kabupaten Kampar.
Sehubungan BRWA adalah satu badan yang dibentuk untuk mendaftarkan wilayah adat dan juga sudah dijadikan rujukan oleh KLHK terkait peta wilayah adat, maka perlu dilakukan juga pengembangan sistem Registrasi dan Verivikasi wilayah adat di kabupaten kampar dengan cakupan yang lebih luas supaya bisa teridentifikasi sebaran dan keberadaan wilayah masyarakat adat.
Mengembangkan model sistem Registrasi dan Verifikasi Wilayah Adat di tingkat Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar yang nantinya bisa membantu Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dalam mendata sebaran Masyarakat Adat dan wilayah adat serta potensi yang terkandung didalamnya yang bisa kedepan dikelola secara lestari berbasis kearifan lokal demi terjaganya hutan di Kabupaten Kampar, tutupnya.
Sementara, ketua panitia pelaksana, Himyul Wahyudi menyampaikan, lokakarya diisi dengan pemaparan perkembangan pengakuan masyarakat adat dan wilayah adat dan sosialisasi sistem Regisrasi dan Verifikasi Wilayah Adat yang dilakukan BRWA di dalam upaya mendorong pengakuan masyarakat adat di Indonesia serta perkembangan pasca Rakornas Hutan Adat, kebijakan dan pelaksanaan reforma agraria, standardisasi pemetaan wilayah adat.
“Kegiatan dilakukan juga dalam upaya membangun kesepahaman antara Pemerintah Daerah Kampar, CSO dan Masyarakat Adat dalam percepatan pengakuan Wilayah Adat di Kabupaten Kampar,” ujarnya.(SY)