JAKARTA (auranews.id)- Kebijakan pemerintah untuk menaikkan gaji dan tunjangan PNS pada Januari 2019 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Bahkan, hal ini dinilai sebagai ketidakpekaan pemerintah terhadap masalah honorer K-2 yang butuh kepastian sementara, mereka sudah mengabdi belasan tahun dengan gaji yang jauh di bawah UMR.
“Kalau itu sih biasanya rutin mau pemilu kan memang pemerintah kan ingin menghibur. Tapi saya mohon perhatikanlah K-2 ya, perhatikanlah pegawai-pegawai pemagangan yang sudah berjasa bagi negara. Bahkan barusan saya dengar kabar temen-temen dari Maluku ketika para guru dan PNS itu kabur, mereka-mereka ini K-2 yang kemudian menjadi pekerja sukarelawan yang bekerja bagi negara,” kata Wakil Ketua DPR koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah yang dikutip dari sindonews.com di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Fahri menuturkan, para honorer ini sudah mengabdi sejak lama dan digaji dengan upah yang sangat rendah, hanya berkisah Rp 300 ribu-Rp 500 ribu. Jumlah itu jauh di bawah UMR dan saat ini usia mereka sudah melampaui syarat untuk daftar sebagai CPNS.
“Kan ini zalim, sudah memakai pekerjaan orang begitu lama, begitu mereka mau mendaftar udah lewat akhirnya mereka ditolak, itu kan akhirnya jadi sampai setelah orang itu berkorban. Itu aja selesaikan dulu,” tukas Fahri.
Kemudian, lanjut Fahri, masalah sumbangan untuk membangun rumah korban bencana alam di NTB dan Sulawesi Tengah juga belum direalisasikan. Pemerintah selama ini selalu berkilah bahwa APBN terbatas, tapi justru memberikan kenaikan gaji dan tunjangan PNS pada 2019 untuk menyenangkan pada PNS yang merupakan basis suara.
“Itu dong duluan, jangan kita lagi prihatin begini kan menghibur PNS-PNS sebagai suara baru,” desaknya. “Lah ini mau kasih uang kemana-mana lagi mau belanja ini belanja itu, padahal APBN nya terbatas,” imbuhnya.
Selain itu, Fahri menambahkan, ada laporan bahwa dalam seleksi penerimaan CPNS di Maluku dan Ambon ini yang lolos kurang dari 2%. Fahri menduga hal ini terjadi karena pemerintah tidak punya cukup anggaran untuk merekrut PNS baru.
“Di satu sisi saat mau memenuhi kewajiban yang pokok pemerintah tidak kelihatan punya uang, tapi untuk menghibur yang baru-baru ini demi politik pemerintah punya uang, kan itu yang tidak benar. Ini zalim,” sesalnya.