KAMPAR(AuraNews.id) – Terkait dengan adanya pernyataan sikap dari Kepala Daerah Kabupaten/Kota serta Gubernur terpilih di Provinsi Riau yang mendukung salah satu Paslon pada Pilpres 2019 mendatang sangat disayangkan oleh Ketua DPD Federasi Advokat Republik Indonesia Provinsi Riau, Noor Aufa,SH,CLA.
Menurut Noor Aufa, secara etika politik, perbuatan yang dilakukan kepala-kepala daerah kabupaten/kota serta Gubernur terpilih ini tidak dapat dibenarkan karena menggunakan posisi jabatan kepala daerah yang tentunya berada di atas seluruh kelompok dan golongan.
“Apabila dukungan ini dilakukan dalam kapasitas pribadi, maka hal ini tidaklah disalahkan baik dari sisi pandangan perundang-undangan maupun etika politik,” kata Noor Aufa saat dihubungi AuraNews.id, Ahad (14/10/2018).
Dijelaskannya, berkaca dari sisi Pasal 122 huruf l dan UU No 5 Th 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, maka posisi Gubernur dan/atau Bupati/Walikota merupakan Pejabat Negara. Maka, Kepala Daerah yg ikut Deklarasi dukungan terhadap salah satu Paslon disaat masa kampanye tentu saja dapat dijerat dengan Pasal 282 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan adanya ancaman maksimal 3 Tahun penjara dan denda maksimal Rp36juta (lihat Pasal 547 UU Pemilu).
Selain itu, katanya, terdapat beberapa sebaran masalah lainnya, seperti, apakah hal demikian dapat disebut sebagai penyalahgunaan wewenang atau melanggar sumpah jabatan sebagaimana diatur Pasal 76 ayat (1) huruf g UU No 23 Th 2014 tentang Pemerintahan Daerah? Sebab jika demikian, hal ini bisa bermuara pada pemberhentian kepala daerah (Pasal 78 ayat (2) huruf c UU No 23 /2014 (dengan segala perubahannya).
“Apakah perbuatan itu dapat disebut sebagai kolusi yang dilarang perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 dan Pasal 5 angka 4 UU No 28/1999?
Sebab jika hal ini masuk dalam kategori pasal ini, maka ancaman hukumannya akan lebih berat yakni pidana penjara sedikitnya 2 tahun hingga maksimal 12 tahun serta denda sedikitnya Rp200 juta hingga maksimal Rp1 Milyar (lihat Pasal 21 UU no 28/1999),” terang Noor Aufa.
Kemudian, dikatakan Noor Aufa, pada deklarasi tersebut, apakah ada penggunaan uang dan/atau fasilitas negara dalam kegiatan deklarasi dukungan terhadap salah satu paslon tersebut? Sebab sebagai Kepala daerah, mereka mempunyai anggaran perjalanan dinas dan fasilitas yang dapat digunakan untuk kepentingan dinas.
Faktanya, deklarasi dukungan salah satu paslon dalam pilpres bukanlah kepentingan kedinasan. Sehingga dapat berkembang pada dugaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31/1999 (dengan segala perubahannya).
“Yang sungguh menarik adalah jika dibilang tidak menggunakan anggaran perjalanan dinas, mereka terlanjur menandatangani deklarasi dengan nama yang menyertakan jabatan kepala daerah dan mereka tidak pula dalam keadaan cuti sebagai kepala daerah,” kata pengacara muda itu.
Diberitakan sebelumnya, Bawaslu Riau sudah menjadwalkan pemanggilan kepada seluruh kepala daerah di Riau termasuk Gubernur terpilih yang terang-terangan memberikan dukungan terhadap Paslon Jokowi-Ma’ruf Amin di Hotel Aryaduta, pada hari Rabu (10/10/2018) yang lalu.(NDs)