JAKARTA (AuraNews) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) meminta partai politik peserta pemilu 2019 tak memasukkan mantan narapidana korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak dalam daftar calon legislator mereka.
Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 20 tahun 2018 Pasal 4 ayat (3) yang berbunyi: “Dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.”
Peraturan tersebut cukup jelas. Meski begitu, masih ada saja partai yang menyertakan mantan terpidana korupsi dalam daftar caleg mereka. Dan anehnya, nama-nama tersebut juga diloloskan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sampai Rabu (12/9/2018), Bawaslu telah meloloskan 40 bakal calon legilator caleg mantan narapidana. Mereka terdiri dari Caleg untuk DPR Provinsi sebanyak 12 orang, DPR Kabupaten sebanyak 26 orang, DPD Aceh 1 orang dan DPD Sulut 1 orang.
Tak hanya peraturan mengenai larangan caleg mantan narapidana korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak yang diabaikan, KPU juga digugat oleh salah satu caleg mantan narapidana, yaitu Mohammad Taufik.
Taufik menilai KPU melanggar etika. Menurutnya KPU harus menunggu putusan MA terkait judicial review PKPU Nomor 20 tahun 2018 sebelum memberlakukan peraturan tersebut.
“Ya jadi kami anggap sebagai pelanggaran etik karena menurut hukum putusan itu wajib dilaksanakan. Putusan wajib ini kalau tidak dilaksanakan berdosa. Nah, sementara dari jawaban KPU kemarin tanggal 5, katanya mereka akan menindaklanjuti tapi menunda setelah keluarnya keputusan judicial review,” kata Kuasa Hukum M Taufik, Yupen Hadi di Gedung Bawaslu.
Anggota Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengatakan pihaknya tetap meloloskan calon legislator mantan narapidana berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 76 undang-undang tersebut berbunyi:
(1) Dalam hal peraturan KPU diduga bertentangan dengan Undang-Undang ini, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung
(2) Bawaslu dan/atau pihak yang dirugikan atas berlakunya Peraturan KPU berhak menjadi pemohon untuk mengajukan pengujian kepada Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Permohonan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada Mahkamah Agung paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Peraturan KPU diundangkan
(4) Mahkamah Agung memutuskan penyelesaian pengujian Peraturan KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja permohonan diterima oleh Mahkamah Agung
(5) Pengujian Peraturan KPU oleh Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Ada (jalan tengah). Menunggu putusan MA. Kalau ada putusan MA langsung koreksi. Kalau penerapannya kita salah, kita langsung koreksi,” ujar Bagja.
Kamu sendiri setuju gak calon wakilmu di parlemen nanti berstatus mantan terpidana korupsi?
Sumber : idntimes.com